Permainan papan tradisional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekayaan budaya suatu negara, begitu juga bangsa Indonesia. Di berbagai daerah, permainan seperti dakon di Jawa, catoe di Aceh, hingga maggaleceng di Maluku telah diwariskan turun-temurun sebagai media hiburan, pendidikan, dan pembentukan karakter. Sayangnya, pesona permainan ini perlahan memudar oleh dominasi permainan digital yang lebih modern dan interaktif. Anak-anak kini lebih akrab dengan layar gawai daripada papan kayu atau kerikil di tanah.
Revitalisasi permainan papan tradisional menjadi langkah penting untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Upaya ini tidak hanya soal menjaga bentuk permainan, tetapi juga menyelamatkan filosofi, nilai sosial, serta kearifan lokal yang terkandung di balik setiap gerakan dan aturan permainan. Di berbagai daerah, inisiatif pelestarian ini mulai bermunculan, seperti pengenalan permainan tradisional dalam kurikulum sekolah, festival permainan rakyat, hingga digitalisasi permainan berbasis aplikasi.
Peran komunitas budaya dan generasi muda sangat krusial dalam upaya ini. Dengan pendekatan kreatif, permainan papan tradisional bisa dikemas ulang agar lebih menarik dan relevan dengan zaman. Misalnya, menciptakan versi kompetitif dalam bentuk turnamen, mengembangkan desain papan yang estetik, atau bahkan menggabungkan elemen lokal dengan konsep permainan global. Transformasi ini bukan berarti mengubah esensinya, melainkan menjembatani antara tradisi dan modernitas.
Salah satu lembaga yang telah berhasil melakukan revitalisasi permainan papan tradisional adalah Yayasan Perpustakaan Permainan Papan (YP3). YP3 merevitalisasi permainan papan tradisional menjadi permainan papan modern yang sesuai dengan generasi muda sekarang. Penambahan narasi, pemberian ilustrasi, dan mengubah sedikit cara bermain menjadi solusi bagi permainan papan tradisional yang sebelumnya abstrak menjadi lebih modern.
Dukungan dari pemerintah dan lembaga kebudayaan juga sangat dibutuhkan, terutama dalam hal pendanaan, dokumentasi, serta promosi lintas daerah. Permainan papan tradisional yang telah lama hidup di tengah masyarakat adat dapat dijadikan objek riset etnografi maupun media diplomasi budaya Indonesia di kancah internasional. Pelestarian ini tidak hanya menyasar anak-anak, tetapi juga perlu menyentuh generasi dewasa agar nilai budaya tidak terputus di tengah arus globalisasi.
Kementerian Kebudayaan dalam hal ini telah mengatur sebuah pendanaan yang dapat diajukan oleh pelaku budaya maupun komunitas budaya bernama Dana Indonesiana. Dana Indonesiana memberikan pendanaan terhadap program-program kebudayaan Indonesia baik di dalam negeri maupun diluar negeri. Dana Indonesiana sudah berjalan sejak tahun 2022 dan telah mendanai 928 penerima manfaat, 765 event public, 25 ribu pelaku budaya dan 10 ribu kelompok kebudayaan.
Dengan revitalisasi yang terencana dan partisipatif, permainan papan tradisional Indonesia dapat kembali berfungsi sebagai sarana edukatif, rekreatif, dan simbol jati diri bangsa. Warisan budaya ini bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan warisan hidup yang harus terus dibina, dimainkan, dan diwariskan untuk masa depan. Melestarikan permainan papan tradisional adalah bentuk cinta pada budaya sendiri—suatu langkah kecil yang berdampak besar bagi identitas nasional.